Kamis, 30 Agustus 2018

SEMIOTIKA NEGATIVA | BAGIAN 3

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
-Pendahuluan-
Halo teman-teman semua! Berjumpa lagi di blog saya, kali ini saya akan sharing tentang semiotika negativa. Yang mana postingan ini merupakan lanjutan dari 2 postingan sebelumnya yang juga membahas tentang semiotika.

-Pengertian-
Semiotika adalah studi tentang makna keputusan. Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.
 
-Latar Belakang-
Sebagai makhluk yang hidup di  dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Yang perlu dipahami salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama agar  tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik ( the study of signs). Oleh karena itu penting bagi kita untuk memahami Semiotika.

-Maksud dan Tujuan-
Memahami tentang semiotika negativa

-Pembahasan-
Dalam Semiotika Negativa, tanda dipahami bukan sekedar dari apa yang ada (kenyataan), namun tanda dipahami dari benda itu sendiri sekaligus apa yang ada dibalik dari benda itu (after the fact). Dalam semiotika positiva kita sering mengabaikan beberapa hal yang kita anggap sepele. Kita sering memahami suatu tanda semata-mata dari sudut materi benda itu, tetapi apa yang ada di balik benda itu, tidak pernah kita pikirkan. Padahal hal-hal yang ringan (sederhana) itu ternyata memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan kita.

Dalam kehidupan kita memiliki beberapa produk budaya yang sangat penting untuk dipelajari karena bisa menjadi cermin bagi kita sendiri. produk budaya itu adalah bahasa, mitos, foto/gambar, karya sastra, dan wacana. Namun kenyataannya kita masih anggap remeh produk budaya terebut. Dalam semiotika negativa hal-hal yang nampak sepele ini menjadi perhatian utama dalam telaah tanda-tanda. Karena pemahaman terhadap produk-produk budaya ini bisa menjadi solusi atas beberapa persoalan yang dihadapi dalam suatu kelompok masyarakat. Berikut ini penjelasannya supaya lebih jelas.

  • Semiotika, Bahasa dan Karya Sastra
Peranan semiotika dalam mengungkap tanda-tanda dari kebudayaan manusia sangat besar. Semiotika mampu memberikan interpretasi yang sangat penting bagi perkembangan suatu kebudayaan masyarakat. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Saussure menyatakan bahwa “semiology is a science which studies the role of signs as part of social life. Sebagai ilmu yang mepelajari tentang makna tanda, semiotika memiliki cakupan yang sangat luas.

Produk budaya modern yang sangat nyata dan penuh dengan tanda-tanda sosial adalah karya sastra. Karya sastra merupakan cerminan dari masyarakatnya, oleh karena itu karya sastra memiliki makna simbolis yang perlu diungkap dengan model semiotika. Sebagai karya yang bermediakan bahasa, karya sastra memiliki bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun karya ilmiah. Bahasa dalam sastra menggunakan gaya bahasa tersendiri.

Bahasa memiliki kekuatan yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakan pranata sosial yang di dalamnya terkandung sistem nilai. Oleh karena itu bahasa merupakan bagian terbesar dari telaah semiotika. Bahasalah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lain. Dengan bahasa manusia mampu berkomunikasi dan berintaraksi dengan sesamanya. Bahasa itulah yang telah menjebatani lahirnya berbagai kemajuan yang ada dalam kebudayaan manusia. Disinilah lahir konsep setrukturalisme antropologis yang mempercayai bahasa yang digunakan dalam suatu komunitas menggambarkan kondisi komunitas itu sendiri.

Dalam karya sastra, seorang penulis dianggap memiliki otonomi. Penulis memiliki kebebasan menggunakan gaya bahasa yang dipilih sesuai dengan yang dikehendaki tampa harus mempertimbangkan kehendak dari luar dirinya. Karena kebebasannya inilah maka seorang pengarang mampu memberikan pandangan dan gagasannya secara leluasa tanpa harus merasa khawatir terhadap tatabahasa yang digunakannya. Dengan demikian apa yang dituliskan dalam karya sastra seorang pengarang tentu memiliki harapan dan tujuan yang bersifat pribadi pula.

Keotonomian pengarang dalam mengolah karya sastra, menjadikan muatan yang ada dalam karya sastra menjadi sangat subjektif. Dalam arti apa yang diyakini oleh pengarang akan tercermin dan akan terefleksikan dalam karya sastranya. Termasuk bahasa dan gaya yang digunakan dalam menyampaikan gagasan melalui karyanya. Dengan cara yang demikian, sastra mampu memberikan keterangan terhadap suatu persolan sangat sulit diungkap dengan kata-kata di luar karya sastra. 

  • Bahasa, budaya, dan Ideologi
Seperti yang sudah disebutkan di atas, kebebasan yang dimiliki oleh seorang penulis membawa pada lahirnya suatu pemikiran atau lebih luasnya ideologi. keterkaitan antara bahasa, budaya dan ideologi tidak bisa dipisahkan. Ketiganya akan saling terkait. Bahasa sebagai salah satu media terpenting dalam budaya manusia melahirkan suatu konsep yang dinamakan dengan ideologi. 

Hal itu juga yang tertuang dalam media massa modern yang saat ini sedang mengalami perkembangan sangat pesat. aktivitas membaca sebuah karya merupakan proses untuk menghasilkan sesuatu.Jadi pembaca karya sastra bukan semata-mata untuk sekedar menikmati karya, tetapi dari situlah akan melahirkan pemikiran yang distimuli oleh karya yang sudah dibacanya. 

Dengan demikian membaca bukan mencari struktur, melaikan merestrukturasi. Membaca juga bukan sekedar mengonsumsi tetapi untuk memproduksi tek kembali. Karena perananya yang begitu besar dalam mempengaruhi pembaca, maka tugas penulis bukan sekedar menulis begitu saja. Tetapi seorang penulis atau pengarang meliki tugas untuk melahirkan keinginan yang kuat dari pembaca untuk membaca tulisannya.

  • Sistem tanda dalam semiotika
Tanda dapat ditemukan dalam ekpresi yang terungkap dalam aktivitas manusia. Dari aktivitas komunikasi manusia akan terdapat perbedaan (kejanggalan). Perbedaan dalam suatu proses komunikasi inilah yang disebut tanda. Dengan demikian, suatu sistem tanda dapat menghasilkan makna karena prisip perbedaan (difference). Dengan demikian makna suatu tanda bukanlah terjadi secara alamiah melainkan dihasilkan dari lewat sistem tanda yang dipakai dalam kelompok orang tertentu.

Untuk memudahkan pemahaman kita akan hubungan simbolis mengenai tanda dapat diperhatikan gagasan Saussure mengenai tiga gagasan dalam semiotika. Yaitu; simbolik, paradigmatik dan sintagmatik. Hubungan simbolik adalah hubungan tanda dengan dirinya sendiri (hubungan internal). Hubungan paradigmatik adalah hubungan tanda dengan tanda lain dari satu sistem atau satu kelas. Sedangkan hubungan sintagmatik adalah hubungan tanda dengan tanda lain dari satu struktur. Hubungan paradigmatik dan sintagmatik ini disebut juga hubungan ekternal. Sedangkan hubungan simbolik disebut juga sebagai koordinat simbolik sedangkan dua yang terakhir koordinat klasifikasi atau koordinat taksonomik.  

Makna tanda dalam kehidupan masyarakat sebenarnya sangat signifikan. Tanda-tanda ini bahkan menghiasi segala gerak individu dalam masyarakat. Barthes menyatakan bahwa tanda simbolik memenuhi kebutuhan manusia akan pengalaman metafisis, otentisitas, kemutlakan, dan keabadian. Pribadi yang kaya dengan tanda-tanda simbolik akan merasa solid, dan masyarakat yang disatukan dengan hubungan simbolik memperarat atau menyatukan keanekaragaman. Kesadaran simbolik berguna untuk mengintegrasikan antara yang lahir dan yang batin, tampak dan tidak tampak, permukaan dan dasar.

Pendekatan semiotika bersifat struktural karena semiotika mengasumsikan adanya hirarki sistem tanda. Struktur inilah yang akan menjadi media kita menemukan perbedaan-perbedaan itu. Berbicara mengenai struktur kita tidak bisa lepas dari konsep struktur Levi Strauss mengenai konsep struktur tanda. Struktur tanda yang dimaksud adalah; petama, linguistik struktural bergeser dari kajian gejala linguistik yang disadari ke kajian infrastruktur tak-sadar. Kedua, linguistik struktural tidak memperlakukan terms (istilah) sebagai entitas independen melainkan mengangkatnya sebagai landasan analisis untuk mendapatkan hubungan antar-term. Ketiga, linguistik struktural memasukkan konsep sistem linguistik modern tidak hanya menyatakan bahwa fonem selalu merupakan bagian dari suatu sistem; fonetik menunjukkan sistem fonetik yang konkret dan menunjukkan strukturnya. Dengan demikian linguistik struktural bertujuan menyingkapkan hukum umum, entah dengan induksi atau dengan deduksi logis, yang dapat menunjukan ciri absolutnya.

  • Mitos dan ideologi
Setelah memahami arah penelitian semiotika dan struktur tanda dalam semiotika, pembahasan fokus pada mitos. Mitos berasal dari bahasa Yunani yakni Mutos, yang berarti cerita.Mitos biasanya menunjukan cerita yang belum tentu benar. Dengan kata lain mitos merupakan cerita buatan yang tidak mempunyai kebenaran historis. Meskipun demikian, cerita semacam itu tetap memiliki kekuatan oleh karena itu tetap dibutuhkan oleh manusia. Dengan adanya mitos manusia dapat memahami lingkungan dan dirinya.

Sebagai sistem semiotik, mitos dapat diuraikan ke dalam tiga unsur, yakni; sigifier, signified, dan sign. Atau istilah lain yang digunakan oleh Barthes adalah form, concept, dan signification. Form sejajar dengan signifier, concept dengan signified, dan signification dengan sign. Untuk menghasilkan sistem mitis, sistem semiotik tingkat dua mengambil seluruh sistem tanda tingkat pertama sebagai signifier atau form. Sign diambil oleh sistem tingkat dua menjadi form. Adapun concept diciptakan oleh pembuat atau pengguna mitos. Sign yang diambil untuk dijadikan form diberinama lain, yaitu meaning karena kita mengetahui tanda hanya dari maknanya. Ini berarti satu kaki meaning beradiri di atas tingkat kebahasaan (sebagai sign), satu kaki yang lain di atas tingkat sistem mitis (sebagai form). 

Kekuatan mitos sangat besar dalam masyarakat. Oleh karena itu mitos tidak dapat dilawan secara frontal. Kalau hal ini dilakukan, kita akan menjadi mangsa mitos. Mitos harus dilawan dengan mitos baru. Mitos baru ini dibuat berdasarkan mitos-mitos yang sudah ada. Inilah komunikasi kreatif yang diidealkan Barthes.

  • Foto atau gambar
Pembahasan mengenai mitos sudah membawa kita pada kesadaran akan pentingnya pemahaman makna dari mitos. Media massa seperti gambar juga dapat melahirkan gagasan atau sering disebut mitos. Masyarakat modern tidak bisa dilepaskan dari media ini. Segala aktivitas dan bentuk komunikasi sangat berkaitan erat dengan media ini. Terutama sekali adalah media massa yang identik dengan gambar. Media massa setiap hari akan menampilkan foto atau gambar yang mengandung pesan-pesan tertu. Ada beberapa alasan mengapa 

Barthes membahas persoalan gambar; yang pertama adalah ia ingin mengembangkan sebuah pendekatan struktural untuk membaca foto media. Kedua, Barthes ingin melihat fungsi dan kedudukan gambar dalam pembentukan budaya media Tidak berbeda dengan pembahasan kita akan makna mitos, foto atau gambar juga memiliki fungsi ideologis. Gambar memiliki peran penyampai informasi yang terkadang lebih efektif kepada masyarakat. Itulah kenapa foto atau gambar juga sering dianggap sebagai bagian dari propaganda. 

Alam dunia bisnis gambar sering digabungkan dengan kata-kata. Dalam iklan gambar lebih menekankan pada fungsi memperjelas atau memberikan daya tarik.

-Kesimpulan-
Setelah membaca secara seksama buku Semiotika Negativa, dapat disimpulkan bahwa maksud dari buku ini adalah memberikan kesadaran kepada kita akan pentingya kita memahami produk budaya masyarakat. Mitos, karya sastra, foto, dan wacana selama ini telah mempengaruhi kehidupan kita secara nyata. Produk budaya yang tadinya kita anggap tidak penting ini ternyata memiliki peranan yang luar biasa dalam mengungkap persoalan-persoalan yang terjadi di dalam pergulatan sosial kita.
 
Pemahaman kita akan persoalan di atas juga menyadarkan kita akan peranan bahasa yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Bahasa bukan sekedar sebagai media berkomunikasi tetapi juga dalam bahasa itu terdapat aspek-aspek budaya yang dimiliki manusia. Mitos, karya sastra dan wacana yang bermediakan bahasa bisa menjadi media untuk mengungkap nilai-nilai budaya yang ada pada suatu masyarakat. Itulah kenapa kita juga mengenal adanya Struralisme Antropologi yang mempelajari sosio-budaya melalui bahasa. 

-Referensi-

-Penutup-
Sekian dari postingan saya kali ini, terima kasih sudah bersedia membaca dan mengunjungi blog saya, semoga bisa bermanfaat untuk pembaca semua. Jika terdapat kesalahan atau kekurangan kata saya mohon maaf.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar