Rabu, 29 Agustus 2018

SEMIOTIKA MEDIA | BAGIAN 2

Assalamu'alaikum Wr. Wb. 

-Pendahuluan-
Halo teman-teman! Berjumpa lagi di blog saya, kali ini saya akan melanjutkan postingan saya tentang semiotika.

-Pengertian-
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti "tanda" atau seme yang berarti "penafsir tanda" (Cobley dan Jansz, 199:4, dalam Sobur, 2009:16). Tradisi semiotika terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri.

-Latar Belakang-
Sebagai makhluk yang hidup di  dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Yang perlu dipahami salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama agar  tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik ( the study of signs). Oleh karena itu penting bagi kita untuk memahami Semiotika.

-Maksud dan tujuan-
Memahami konsep dasar tradisi semiotika
Mengetahui tokoh semiotika
Memahami teori semiotika media menurut Jean Baudrillard
Memahami konsep dasar teori semiotika media
Memahami analisis kasus

-Pembahasan-
1. Konsep dasar tradisi semiotika
-Tanda, yaitu stimulus yang menandakan atau menunjukkan beberapa kondisi lain. Contohnya ketika kita melihat asap berarti itu menandakan adanya api.
-Simbol, yaitu menandakan tanda yang kompleks dengan banyak arti, termasuk arti yang sangat khusus. Contohnya burung merpati melambangkan tanda perdamaian.

2. Tokoh Semiotika
-Charles Sanders Peirce,
-Ferdinand de Saussure,
-Louis Hjemslev,
-Roland Barthes,
-Sussane Langer,
-Jacques Derrida,
-Jean Baudrillard, dan sebagainya.

3. Teori Semiotika Media menurut Jean Baudrillard
-Perkenalan-
Jean Baudrillard adalah seorang pakar teori kebudayaan, filsuf, komentator politik, sosiolog dan fotografer asal Perancis. He is new Mc Luhan!! Baudrillard lahir dalam keluarga miskin di Reims pada 20 Juni 1929. Baudrillard tutup usia di usia 77 tahun tanggal 6 Maret 2007 di Paris. (Wikipedia,
2014).
-Asumsi teori-
a) Tanda-tanda memang terpisah dari objek yang mereka tandai dan bahwa media telah menggerakkan proses ini hingga titik dimana tidak ada yang nyata.
b) Media, simulasi, dan apa yang disebut ‘cyberblitz’ telah mengkonstitusi bidang pengalaman baru, tahapan sejarah dan tipe masyarakat yang baru.
c) Media mendominasi kehidupan kita dengan informasi yang membentuk apa yang ktia rasakan sebagai pengalaman yang nyata, tetapi yang juga dihilangkan dari hal-hal yang alami.
d) Budaya komoditas kita yang didorong oleh media merupakan salah satu aspek simulasi tempat kita hidup.

4. Konsep dasar teori semiotika media.
1) Hiperealitas
->Baudrillard menggambarkan dunia ini sebagai Hiperealitas. Sebagai contoh, media mulai tidak lagi menjadi cermin realitas melainkan menjadi realitas atau bahkan lebih real dari realitas (Ritzer 2009 : 678 ).
Hipperealitas adalah efek, keadaan atau pengalaman kebendaan dan atau ruang yan dihasilkan dari proses tersebut ( Piliang, 2003 : 150 ).
->Baudrillard mengungkapkan bahwa apa yang direproduksi dalam dunia hiperealitas tidak saja realiitas yang hilang, tetapi juga dunia tak nyata : fantasi, mimpi, ilusi, halusinasi atau science fiction. Hiperealitas adalah duplikat dari realitas yang didekodifikasikan ( Piliang, 2003 : 152).
->Media, menjadikan manusia tenggelam dalam hipperealitas. Manusia mengalami sesuatu yang melebihi realitas dan semakin lama kehilangan realitas atau kehidupan sebenarnya yang real.
->Hiperealitas juga membuat dunia nyata dan dunia maya menjadi susah
dibedakan, bahkan hiperealitas melebihi dunia nyata tersebut.

2) Budaya Simulasi
->Budaya komoditas dunia kini didorong oleh media dan membuat simulasi di tempat kita hidup. Lingkungan tiruan memberitahu kita apa yang harus dilakukan, karena lingkunganlah yang membentuk selera, pilihan, kesukaan, dan kebutuhan kita.
->Budaya konsumerisme menjadi salah satu budaya yang kuat sekarang ini hampir di setiap negara, termasuk Indonesia. Mengonsumsi menjadi hal yang sangat penting bagi setiap individu walaupun barang yang kita konsumsi itu tidak benar-benar kita inginkan atau kita butuhkan.

3) Nilai tanda & Nilai Simbol
->Baudrillard menyatakan bahwa dalam masyarakat kapitalisme-lanjut (late capitalism), nilai-guna dan nilai-tukar telah dikalahkan oleh sebuah nilai baru, yakni nilai-tanda dan nilai-simbol.
->Nilai-tanda dan nilai-simbol, yang lahir bersamaan dengan semakin meningkatnya taraf ekonomi masyarakat Barat, lebih memandang makna simbolik sebuah objek ketimbang manfaat atau harganya, melainkan berdasarkan prestise dan makna simbolisnya

5. Simpulan Teori
1. Kebudayaan postmodern adalah kebudayaan uang, excremental culture. Uang mendapatkan peran yang sangat penting dalam masyarakat postmodern. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya, fungsi dan makna uang dalam budaya postmodern tidaklah sekedar sebagai alat-tukar, melainkan lebih dari itu merupakan simbol, tanda dan motif utama berlangsungnya kebudayaan.
2. Kebudayaan postmodern lebih mengutamakan penanda (signifier) ketimbang petanda (signified), media (medium) ketimbang pesan (message), fiksi (fiction) ketimbang fakta (fact), sistem tanda (system of signs) ketimbang sistem objek (system of objects), serta estetika (aesthetic) ketimbang etika (ethic).
3. Kebudayaan postmodern adalah sebuah dunia simulasi, yakni dunia yang terbangun dengan pengaturan tanda, citra dan fakta melalui produksi maupun reproduksi secara tumpang tindih dan berjalin kelindan.
4. Sebagai konsekuensi logis karakter simulasi, budaya postmodern ditandai dengan sifat hiperrealitas, dimana citra dan fakta bertubrukan dalam satu ruang kesadaran yang sama, dan lebih jauh lagi realitas semu (citra) mengalahkan realitas yang sesungguhnya (fakta).
5. Kebudayaan postmodern ditandai dengan meledaknya budaya massa, budaya ppopuler serta budaya media massa

6. Contoh kasus
Aduh, Orang-Orang Ini Menikah Bukan Dengan Manusia
Senin, 21 Oktober 2013 10:45
Vemale.com - Seorang wartawan dari CNN telah melakukan wawancara secara langsung dan ekslusif
dengan pria yang sedang menjadi bahan pembicaraan publik ini. Tanpa ragu dan malu, pria asal negri
sakura ini menyatakan bahwa dirinya sangat jatuh cinta dengan salah satu karakter wanita dalam game yang sudah ia mainkan sejak bertahun-tahun tersebut. Yup, karakter cantik dan imut yang berada pada game nitendo tersebut ia beri nama Nene. Tak pikir panjang, pria yang nama aslinya masih belum diketahui tersebut pun ingin membuktikan rasa cintanya dengan menikahi Nene. Dalam sebuah gedung, lelaki ini mengundang beberapa temannya untuk hadir dalam acara janji setianya dengan Nene sang karakter wanita dalam game yang ia gemari. Tak tanggung-tanggung, pria ini pun kerap membawa Nene, bahkan hampir setiap saat ke mana pun ia pergi. Sesibuk apapun, Nene akan selalu menjadi pendamping setianya di saat tidur, makan, mandi, bahkan berenang. Nampaknya, kecantikan yang dimiliki oleh Nene telah membuat pria ini sangat tergila-gila padanya yah ladies.

7. Analisis Kasus
• Bila dilihat dari kasus tersebut, lelaki tersebut telah masuk ke dalam hiperealitas yang dibuat oleh media manga Jepang. Lelaki tersebut tenggelam dalam hiperealitas yang dibuatnya. Manga membuat karakter anime yang ‘seakan-akan’ nyata dan memiliki karakter wanita yang sempurna bagi lelaki tersebut sehingga akibat terlalu sering bermain dengan anime tersebut, ia pun menjadi jatuh cinta dan dunia ‘nyata’ bagi lelaki tersebut adalah dunia manga.
• Jepang adalah salah satu negara maju yang memiliki perkembangan teknologi media yang sangat baik. Jepang pun sering mengembangkan game-game yang bentuknya semakin dekat dengan kehidupan nyata. Sehingga bagi mereka yang kecanduan dengan permainan tersebut akan sulit lepas. Karena bagi mereka dunia permainan tersebut adalah dunia yang sesuai dengan keinginan mereka dan lebih membuat mereka senang ketimbang dunia asli

-Kesimpulan-
Media memang berhasil membuat realitas baru yang selal mengedepankan hal-hal yang sempurna yang membuai manusia. Sebagai contoh adalah masalah “kecantikan”. Media begitu apik membuat realitas tentang kecantikan, bahwa kecantikan itu adalah wanita dengan kulitputih, hidung mancung, alis rapih, dan sebagainya, sehingga setiap wanita yang ingin tampil cantik maka ia harus memiliki kulit putih, hidung mancung, dan sebagainya. Hal ini pun terjadi pada diri lelaki tersebut dimana media berhasil menciptakan realitas dimana lelaki tersebut akan mendapatkan perempuan yang diinginkan yang ia tidak dapatkan di dunia nyata yang sesungguhnya. Oleh karena itu media berhasil menciptakan tanda-tanda sebagai realitas yang baru yang lebih baik dari realitas yang sesungguhnya.

-Penutup-
Sekian dari postingan blog saya hari ini, apabila ada salah kata saya mohon maaf,

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar